Senin, 06 Juli 2015

Salat di perjalanan panjang di pesawat

Tanya Jawab dengan Habib Munzir


Menambah kata bismillah ketika sholat

Ass,wr,wb
Habiby yang dirahmati Allah, ana mau tanya. Ana pernah mendengar rekan ana sholat, dan ketika dalam sholat tersebut dia bersendawa dan langsung mengucap "Alhamdulillah", padahal masih dalam kondisi sholat di rakaat kedua. Selanjutnya, dia juga menambahkan kata "Bismillah", sebelum mengucapkan subhana rabbial adzim....dstnya atau sebelum tahiyat dia juga ucapkan " Bismillah sebelum bacaan tahiyat.
Bagaimana hukumnya yah Habiby? boleh atau tidak mengucapkan kata kata tersebut dalam sholat???
terima kasih atas jawabannya, semoga antum selalu diberi keberkahan dan kesehatan
Wassalam

HABIB Munzir menjawab :
Alaikumsalam warahmatullah wabarakatuh,
Limpahan kelembutan dan Rahmat Nya swt semoga selalu tercurah pada hari hari habiby dan keluarga,
Habiby yg kumuliakan,
mengenai hal itu tidak membatalkan shalat, semua ucapan yg mengarah kepada Allah, seperti hamdalah saat bersin, atau berdoa kepada Allah dg doa yg diluar bacaan shalat, semua hal itu tak membatalkan shalat, namun yg membatalkan shalat adalah menjawab hamdalah orang yg bersin,
ucapan "Yarhamkallah" sunnah diucapkan bagi orang yg mengucap hamdalah saat bersin, namun akan membatalkan shalat bila diucapkan didalam shalat, karena ucapan itu berarti : "Allah merahmatimu". karena ucapan ini adalah berbicara kepada orang lain selain Allah, dan bicara pada selain Allah swt membatalkan shalat.
hanya satu makhluk yg dg berbicara padanya tak membatalkan shalat, yaitu Nabi Muhammad saw, bahkan setiap shalat kita harus bersalam langsung pada beliau saw, Assalamu alaika ayyuhannabiyyu warahmatullah wabarakatuh (Salam sejahtera atasmu wahai nabi dan limpahan Rahmat Allah serta keberkahan Nya) dan tidak bersalam pada Rasul saw saat shalat justru membuat shalat kita tidak sah.
mengenai ucapan Basmalah saat ruku, sujud atau lainnya bukan merupakan sunnah, namun tak membatalkan shalat.
demikian habiby yg kumuliakan,
wallahu a'lam

---------------------



Shalat Jumat,& masalah Najis - 2007/06/07 07:09Assalamualaikum Wr Wb..

Habib Munzir yang sangat saya hormati dan saya cintai. Semoga Habib selalu ada dalam keadaan sehat dan diberi kekuatan serta keistiqomahan dalam membimbing umat. Sebelumnya saya mohon maaf karena sering bertanya pada Habib. Hal itu tak lain karena keterbatasan ilmu yang saya dapat serta rasa keingintahuan atau haus akan ilmu.
Habib ada beberapa pertanyaan yang ingin saya ajukan :
1. Sekarang ini banyak sekali perusahaan2, pabrik2, kantor dll membuat masjid di dalamnya serta mendirikan shalat jumat. Sedangkan yang saya pelajari ketika masih di ponpes ketika mengaji kitab safinatunaja, fath muin, ianath tholibin dan kitab2 fiqih lainnya yang bermadzhab syafii menyatakan salah satu hal yang menyebabkan tidak sah apabila mendirikan shalat jumat kurang dari 40 warga mukimin. sedangkan mereka bukanlah warga asli atau mukimin, mereka hanya pekerja. lalu apakah ada keterangan lain yang membolehkan pendirian shalat jumat tersebut?
2. Ketika salah satu anggota tubuh kita terluka kemudian mengeluarkan darah, tapi cuma sedikit kemudian kita balut luka tersebut. setelah dibalut kita melaksanakan shalat fardhu. apakah shalat kita sah atau tidak, sedangkan salah satu anggota kita mengeluarkan darah? apakah darah tersebut najis atau tidak?
3. Saya sering melihat banyak kyai yang berdakwah, kemudian setelah ceramahnya selesai kyai tersebut dikerumuni masa atau jemaah yang ingin mencium tangan sang kyai. tetapi dalam kerumunan jemaah tersebut terkadang ada wanita yang ikut mencium tangan sang kyai. apakah dalam keadaan demikian dibolehkan wanita yang bukan muhrimnya mencium tangan kyai tersebut? ataukah pada saat ketidakmampuan sang kyai untuk menghindari kerumunan jemaah wanita, kyai tersebut pindah ke madzhab lainnyanya (bukan syafii) sehingga ketika wanita yang bukan muhrimnya ikut mencium tangan kyai tidak menyebabkan batalnya wudhu sanga kyai? apakah hal tersebut berdosa?

HABIB Munzir menjawab :
Alaikumsalam warahmatullah wabarakatuh,
Limpahan Rahmat dan Inayah Nya swt semoga selalu tercurah pada hari hari anda,
Terimakasih atas doa anda saudaraku,
Mengenai pertanyaan anda :
1. mengenai shalat jumat yg demikian ini ada pendapat dalam madzhab Syafii yg mengatakannya sah, memang bila jumlah mereka yg hadir kurang dari 40 orang (penduduk setempat) maka boleh melakukan shalat lagi yaitu shalat dhuhur, karena sebagian ulama syafii mengatakan jumatnya tidak sah, namun hal itu tak wajib, karena ada pendapat yg membolehkan.
yg mengatakannya sah adalah dengan dalil bahwa nabi saw ketika shalat jumat beliau saw pernah ditinggalkan hingga hanya 8 orang saja, dan beliau tetap meneruskan jum'atnya dan tak mengulang dengan shalat dhuhur lagi, demikian sebab turunnya surat Al Jumu'ah.
maka Jumatnya sah dan sebaiknya tak perlu shalat lagi, beda antara masa lalu dengan masa kini yg sebaiknya tak perlu lagi syak karena penduduk jakarta sudah sangat padat dan yg shalat di masjid jumat kebanyakan pendatang, dan berkata Al Hafidh Assuyuthiy bahwa jumlah itu adalah Syarth lilwujub Laa Syarth Lisshihhah (jumlah itu adalah syarat untuk wajib jumat, bukan syarat sah Jumat).
Dan bila dilihat dari segi maslahat pun sungguh jauh lebih bermanfaat diadakan jumat, karena bila dipaksakan untuk hanya mesti di masjid masjid maka bisa dipastikan ratusan ribu orang atau mungkin mencapai hampir Jutaan orang yg tak melakukan shalat jumat di jakarta, sebagaimana kita ketahui penduduk Jakarta hampir mencapai 20 juta jiwa bila dihitung dg karyawan yg keluar masuk jakarta setiap harinya.
Maka sebaiknya Jumat tetap diadakan dan bila ada syak dalam hati kita maka bolehlah melakukan dhuhur lagi.
2. Darah adalah najis namun ma’fu ‘anhu (dimaafkan) selama tidak mengenai tempat selain tempat luka, misalnya luka ditangan yg dibalut ferban, darah yg mengenai pembalut hukumnya dimaafkan, namun bila darah masih menetes misalnya masih keluar dari pembalut menetes hingga kaki maka najis hukumnya dan shalatnya batal, namun bila darah itu misalnya mengalir dari lutut terus kemata kaki maka tetap dimaafkan selama tidak berpindah tempat, misalnya dari kepala menetes ke bahu, maka najis dan shalatnya batal, bila darah mengalir misalnya dari kepala terus mengalir hingga kaki lewat leher, (bukan menetes) maka tetap sah shalatnya.
demikian dalam madzhab syafii.
3. mengenai hal ini saya alami sendiri, hal ini bukan berarti diperbolehkan, namun disaat terjebak dan tak bisa menghindar, dan ummat muslimin di wilayah itu masih awam dan belum mengerti ayat hijab, maka apalah daya?, sebab bila saya menarik tangan dari mereka maka mereka tetap akan mengejar tangan itu dan justru dirisaukan akan berbenturan dg tubuh saya, sungguh bila saya melihat kerumunan wanita disuatu wilayah majelis misalnya, dan terlihat mereka muslimin yg antusias tuk bersalaman, maka saya mencari jalan yg dipadati pria, mereka berdesakan menyalami dan wanita tentunya tak akan kebagian, namun repotnya kalau massa sudah sedikit lowong maka masuklah kaum wanita terutama ibu ibu yg biasanya didahului oleh anak anak wanita dibawah umur, bila saya tak mengulurkan tangan maka mereka akan semakin dekat, dan dalam posisi berdesakan tak mustahil justru akan terdorong ketubuh saya, maka demi menyelamatkan diri, saya ulurkan tangan itu sambil mencari selah menyelamatkan diri dari kejaran yg lainnya, uluran tangan saya bisa membuat mereka berdesakan mengejar tangan itu dan tentu jalan terbuka dan saya bisa segera menghindar walaupun mestilah terkena dg beberapa dari mereka, dan tentunya wudhu tetap batal.
Maka hal seperti ini lumrah saja dan dimaafkan, dan tak perlu kita berteriak teriak keras dg mencaci maki kaum wanita yg berani mendekat, apalagi kalau ini muncul dari besarnya mahabbah mereka terhadap ulama,
Pernah saya disutau wilayah di pinggiran jakarta, ketika saya lihat banyak wanita yg akan mengerubuti, maka saya perintahkan beberapa pemuda tuk memagari saya dari wanita, mereka menjadi pagar betis dan semua wanita yg mendekat akan terdorong,
Apa yg terjadi?, saya melihat seorang ibu ibu tua berusaha dg kasar mendobrak kerumunan pagar betis itu, apalah arti kekuatan ibu ibu lanjut usia itu dibanding pagar betis para pemuda?, akibatnya tubuh ibu tua itu terhimpit ditubuh mobil seraya berteriak teriak kesakitan, maka saya segera membubarkan pagar betis itu dan memberinya kesempatan tuk menyalami, sejak itu saya tak pernah lagi memerintahkan pagar betis.
Demikian saudaraku yg kumuliakan,
Wallahu a’lam

------------------


Salat di perjalanan panjang di pesawat - 2007/06/07 10:02Assalamu'alaikum wr.wb.

Semoga Habib dan Jamaah MR selalu dalam lindungan ALlah SWT.
Perkenankan saya menanyakan masalah salat.
1. Shalat di Pesawat
Saya pernah melakukan perjalanan jauh ke luar negeri, misalnya dari Jakarta ke USA. Nah, kita tahu bahwa kalau kita naik pesawat maka waktu banyak macam, ada waktu jakarta (pemberangkatan), waktu USA (tujuan) dan waktu di pesawat yang berubah-ubah tergantung lokasi pesawat di atas mana. Yang menjadi pertanyaan saya:
- Patokan mana yang akan dijadikan dasar untuk shalat? Saya waktu itu mengikuti waktu pesawat. Mengapa? Karena lebih sesuai dengan posisi matahari. Namun akibatnya menjadi agak aneh. Ketika berangkat kira-kira 24 jam (sehari-semalam waktu Normal), namun karena pesawat berlawanan dengan 'gerak' matahari, waktu menjadi 'cepat', dan saya shalat sekitar delapan waktu shalat. Tetapi urutan waktu shalat saya menjadi nyambung dengan lokasi. Sedang ketika pulang dengan waktu yang sama, karena pesawat searah dengan 'gerak' matahari, waktu menjadi lambat dan saya hanya shalat 3 waktu saja. Namun kalau ditotal bolak-balik memang kurang lebih sama...
- Kalau saya mengikuti waktu asal, memang shalat menjadi seperti biasa. Namun jadi aneh juga karena, katakanlah matahari masih terang tapi saya shalat Isya. Di samping itu, sampai di lokasi urutan shalat menjadi tidak 'nyambung'. Katakanlah shalat saya terakhir di pesawat magrib, namun sampai di lokasi masih waktu dhuhur...
- Bagaimanakan seharusnya? APakah yang saya lakukan, mengikuti waktu setempat (di pesawat itu benar?)
2. Shalat di daerah dekat kutub.
Bagaimanakah shalat di daerah dekat kutub (sperti Iceland), atau bahkan di kutub? Karena sinar matahari di saat musim panas (winter) bisa panjang sekali (bisa sampai 20 jam), sedang malam cuma 4 jam. Kejadian sebaliknya adalah ketika di musim dingin.
Malahan kalau di kutub, bisa berbulan-bulan waktu 'siang', dan berbulan bulan 'malan'.
Demikian pertanyaan saya, mohon maaf jika kurang berkenan.
Terima kasih

HABIB Munzir menjawab :
Alaikumsalam warahmatullah wabarakatuh,
Limpahan Rahmat dan Inayah Nya swt semoga selalu tercurah pada hari hari anda,
Saudaraku yg kumuliakan,
1. Yg dijadikan patokan adalah waktu shalat setempat, karena waktu setempat itulah yg berhak memiliki waktu ahsar, dhuhur, maghrib dll, dan hal ini merupakan Ijtihad para fuqaha karena tak pernah dibahas dimasa lalu karena pesawat belum ada saat itu.
2. mengenai shalat diwilayah Kutub adalah dg mengikuti perhitungan matahari, sebagaimana waktu subuh adalah munculnya cahaya horisontal di timur, dan waktu dhuhur adalah beberapa menit dari puncak matahari siang, bila matahari siang tidak tepat ditengah tengah sebagaimana di kutub maka perhitungan waktu dhuhur adalah puncak terjauh posisi matahari dari barat maupun timur, dan waktu asar adalah ketika bayangan manusia sepanjang 2X ukurannya, dan waktu magrib adalah saat matahari terbenam, dan saat isya adalah saat terbenamnya matahari dg sempurna. (waktu asar bisa diperhitungkan pula dengan diambil pertengahan antara waktu dhuhur dan isya.
Demikian saudaraku yg kumuliakan, semoga dalam kebahagiaan selalu,
Wallahu a’lam

---------------


hukum menelan air ludah dalam sholat

assalamu'alaykum wr wb
habibana Munzir al Musawa Rahimahullah
bagaimana hukum menelan air ludah saat sholat?
dikarenakan bekas air wudhu yg masuk mengalir ke mulut sehingga merangsang mulut untuk memproduksi ludah.

HABIB Munzir menjawab :
Alaikumsalam warahmatullah wabarakatuh,
Rahmat dan Inayah Nya swt semoga selalu menghiasi hari hari anda,
saudaraku yg kumuliakan,
hal itu tak membatalkan shalat, sebab yg membatalkan adalah yg datang dari luar mulut bila ditelan dg sengaja, mengenai air liur yg berasal dari mulut maka tak membatalkan shalat, demikian pula benda luar yg tertelan tanpa sengaja, inipun tak membatalkan shalat,
demikian saudaraku yg kumuliakan,
wallahu a'lam

-------------------


Sholat Dimesjid Hasil Uang Haram

Assalaamu'alaikum Warohmatullohi Wabarokaatuh...
Habib Munzir yang saya muliakan, semoga habib dan keluarga serta Majelis Rasulullah senantiasa mendapat rahmat dari Alloh Subhanahu Wata'ala
Saya ingin menanyakan perihal orang sholat dimesjid yang orang itu sudah tahu bahwa hasil pembangunan mesjid itu dari hasil uang yang haram, bagaimana dihukumkan dengan sholatnya ?
Dan kebetulan untuk sholat ke mesjid lain cukup jauh jaraknya, apakah lebih baik sholat dirumah saja ?
Wassalaamu'alaikum Warohmatullohi Wabarokaatuh

HABIB Munzir menjawab :
Alaikumsalam warahmatullah wabarakatuh,
Rahmat dan kebahagiaan semoga selalu tercurah pada hari hari anda,
saudaraku yg kumuliakan,
mengenai hal itu bila benar benar kita ,emngetahui kesungguhan dg yakin dan kesaksian bahwa masjid itu dibangun dengan uang haram maka shalat ditempat itu tetap sah, namun shalat kita sangat jauh untuk diterima oleh Allah swt.
sebaiknya anda mencari masjid lain walaupun jauh, dan kalau tak memungkinkan maka shalat dirumah lebih baik daripada dimasjid yg dibangun dengan uang haram
namun sekali lagi saya perjelas bahwa masjid yg dibangun dg uang haram ini sangat langka, sebab mestilah anda benar benar meyakini dan menyaksikan dan siap dimintai pertanggungjawaban kelak bahwa masjid itu benar benar dibangun dg uang haram.
demikian saudaraku yg kumuliakan, semoga dalam kebahagiaan selalu,
wallahu a'lam

----------------


larangan di dalam masjid

Assalamualaikum Wr Wb Bib :
Mohon maaf jika ada kata2 yang kurang berkenan, itu semua karena kebodohan saya,
Saya ingin bertanya bib
saya pernah dipengajian membaca kitab namun saya lupa kitabnya, disitu dijelaskan diantaranya ada larangan di dalam masjid diantaranya :
1. berteriak
2. memukul- mukul alat musik
3. menyanyi
4. bermain musik
5. dan bersiul
saya mohon dijelaskan poin point diatas agar saya lebih dapat memahami maknanya, terima kasih
Wassalamualaikum Wr Wb

HABIB Munzir menjawab :
Alaikumsalam warahmatullah wabarakatuh,
Limpahan Kelembutan dan Rahmat Nya swt semoga selalu tercurah pada hari hari anda,
saudaraku yg kumuliakan,
tentunya pengarang buku itu belum mendalam dalm syariah apabila ia tak memberikan keterangan secara jelas tentang ucapannya, semestinya ia memberi keterangan lebih jelas agar orang tak salah faham, atau barangkali ia pun tak tahu mengenai kejelasannya.
1. berteriak di masjid tidak ada larangannya bagi untuk hal yg bermanfaat, misalnya adzan, iqomat, ceramah agama, khutbah dan hal hal yg membawa manfaat bagi muslimin, sebaliknya bila tak ada manfaat bagi muslimin memang diharamkan berteriak di masjid.
2. memukul- mukul alat musik tentunya luas penjelasannya, mengenai hadroh merupakan alat musik yg diperbolehkan oleh Rasul saw sebagaimana Nash shahihain Bukhari dan Muslim bahwa Rasul saw tidak melarang hadroh ketika diperdengarkan dihadapan beliau saw bahkan beliau saw gembira.
maka berikhtilaf ulama antara boleh tidaknya hadroh dipakai di masjid untuk upacara akad nikah, namun ikhtilaf itu adalah pada upacara akad nikah, bukan shalawatan bersama tuk membangkitkan kecintaan pada Nabi saw, hal semacam ini tak pernah ada larangannya selama tak mengganggu waktu shalat fardhu, karena manfaat dan maksudnya adalah Medan Dakwah dan tabligh.
sebagaimana zaman dahulu memang masjid itu selalu ramai dengan orang orang yg beribadah, namun kini masjid adalah lebih sepi daripada kuburan disaat selain shalat fardhu, maka hal yg sangat mulia berkumpul di masjid dan meramaikan masjid dengan syiar dakwah, dengan hadroh dan shalawat, demi mengundang perhatian masyarakat untuk hadir di masjid,
hal ini memang bid;ah, namun Bid'ah hasanah, sebagaimana pengeras suara di masjid yg juga bid'ah, karpet yg bergambar, tembok yg berukir, lampu yg beragam corak, kesemua hal itu adalah Bid'ah yg tak pernah ada di zaman Rasul saw,
namun hal ini diada adakan demi menarik perhatian dan membuat muslimin lebih asyik di masjid, kalau seandainya masjid tak pakai karpet maka bisa saja bukan?, namun afdhal menggunakan karpet demi muslimin lebih senang dan betah duduk di masjid,
demikian pula kipas angin di masjid, pengeras suara dll merupakan Bid;ah hasanah yg diada adakan demi maslahat muslimin di masjid,
hadroh jauh lebih tsiqah untuk diadakan di masjid daripada hal hal diatas, karena hadroh adalah satu satunya alat musik yg disetujui oleh Rasul saw.
3. menyanyi?, memang tak dibenarkan di masjid, namun membaca syair pujian atas Allah dan rasul saw dianjurkan di masjid karena telah berlaku di zaman nabi saw dan nabi saw memperbolehkan bahkan gembira dg hal itu, beda dengan syair syair yg mengarah kepada keduniawian maka haram dilantunkan di masjid,
4. bermain musik telah jelas di poin kedua.
5. bersiul memang tak dibenarkan karena merupakan lahwun (bermain2) dan hal itu meremehkan kewibawaan masjid sebagai baitullah.
demikian saudaraku yg kumuliakan,
wallahu a'lam



sumber : forum tanya jawab www.majelisrasulullah.org

Tidak ada komentar:

Posting Komentar